Rabu, 24 Desember 2014

Pagi Terbaik Dari Sudut Gang Kosan


            Baiklah, ini pertama kalinya gue ngeposting tentang kehidupan kuliah gue (uhuk, sebenarnya udah gak biasa make kata ‘gue’, tapi sebagai anak kota, gue harus mempertahankan identitas dan jati diri)

Setelah tiga bulan ngekos, setelah gue tahu barang yang paling hemat adalah korek kuping dan deodoran. Setelah gue tahu barang yang paling boros adalah shampoo karena anak-anak kos pada perhitungan banget soal keramasan, setelah tiap pagi manasin motor dan cuma bapak Ableh yang keliatan betulin motor sambil pake bokser dan kacamata hitamnya. Akhirnya datang juga pagi terbaik dari ujung kosan.

Ialah seorang perempuan setengah baya dan lelaki kecil yang mulai timbul bintik-bintik jerawatnya yang muncul jam delapan pagi. Ah, gue gak tahu kalo tiga bulan aja udah cukup buat lupa gimana tiap pagi harus nyium tangan emak dan jotos-jotosan sama adek.

“Mamah kalo liat kamu, jadi sedih deh.”

Pas emak gue bilang gitu, ya Allah, sedih bener, asli…

Tapi, gue bersyukur, seenggaknya gue tahu gimana bentuk rindu yang paling dalam dan gimana bentuk-bentuk pertemuan yang indah.

Sebagai mahasiwa yang tiap hari berusaha tegar karena banyaknya cobaan (mulai dari kehilangan, entah itu kenangan, barang, atau cinta sampai masalah pelajaran yang yaaaampuuuuunnn BAGUS BANGET, BAGUS AMSYONGNYA), kehadiran emak dan adek yang nanti Senin depan disusul bapake menjadi semangat akhir tahun. Ya bagaimanapun, tahun ini adalah tahun perpisahan dan pertemuan; Perpisahan dengan mereka, teman dan kota Tangerang sialan itu. Dan pertemuan dengan teman baru, lingkungan dan kota Solo sialan ini juga (memuji yang paling indah=menghujat yang paling kejam) :)

Oia, dari emak dan adek yang baru dateng tadi pagi ada sebuah lagu yang tiba-tiba menjadi soundtrack pertemuan.
 
Keane – Everybody Changing

So little time
Try to understand that I'm
Trying to make a move just to stay in the game
I try to stay awake and remember my name
But everybody's changing and I don't feel the same

            Time flies. Gue gak tahu kalo ternyata emak udah cukup tua buat berjalan jauh dan seharusnya udah memasuki tahap-tahap persiapan menuju haji. Dan gue gak tahu juga kalo ternyata adek gue yang sialan itu udah cukup besar dan bisa diandalkan sebagai kuli keluarga. Yah, semua orang akan berubah, konon itulah salah satu hal dimana kata selamanya tidak menjadi fiksi belaka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar