Selamat
pagi sahabat-sahabatku yang baik hatinya.
Setelah 10 hari berjuang keras untuk
pelaksanaan Masa Bimbingan Studi di sekolah gue, akhirnya dengan niat dan
semangat, semuanya dapat berjalan lancar sesuai yang diharapkan. Semuanya emang
gak ada yang sempurna, tapi seenggaknya gue udah berusaha buat yang terbaik,
yaa walaupun dengan berlinang air mata #eeaaa.
Oke,
topik post gue kali ini bukan tentang itu, mungkin akan gue bahas selanjutnya
setelah post ini. Gue, berdiri di balik tulisan ini mau ngebahas tentang
sesuatu yang bikin gue hidup, sesuatu yang bikin gue semangat tiap harinya, dan
kelak hal itulah yang akan jadi bagian-bagian menyenangkan dalam hidup gue,
yakni: mimpi.
Suatu hari gue pernah berkhayal,
entah khayalan atau mimpi, semoga saja mimpi.
Jadi… Di sebuah kereta tua Senja
Utama, di sebuah gerbong tua dengan tempat duduk yang reyot. Gue lagi senyum-senyum
sendiri kemana kereta akan ngebawa gue.
Di sebuah pemberhentian kota
Cirebon, seorang lelaki tua masuk dan duduk disamping gue, ngamatin gue dengan
tampang segan dan senyum yang ramah. Dia duduk, sedikit-dikit termenung,
sedikit-dikit nyengir, sedikit-dikit senyum-senyum sendiri, gue enggak tahu apa
lelaki tua ini sakit jiwa atau enggak.
Dia menghela nafas panjang, lalu bertanya,
“Maaf, mau kemana dek?”
Gue berdehem, membetulkan tempat
duduk yang kurang nyaman, “Saya mau pindah ke Jogja pak, saya baru saja
keterima kuliah di sana.”
Lelaki itu lagi-lagi tersenyum, “Jaket
abu-abu?”
Gue nyengir lebar, “Betul sekali
pak, saya di Sastra Indonesia.”
Hening…
Beberapa saat, suasana masih
hening, kaku…
Lelaki tua itu kembali berbicara
dengan pandangan nanar, “Dulu, bapak juga sama seperti kamu, pindah dari kota
kecil menuju salah satu universitas tertua di Indonesia. Dulu, bapak bukanlah orang
yang percaya akan mimpi. Tapi seorang telah menyadarkan bapak bahwa tanpa
mimpi, kita adalah manusia yang tiap hari bernafas tanpa tujuan yang jelas. Mulai
saat itu, bapak rajin membangun mimpi-mimpi bapak, meskipun hanya lewat
keyakinan dan semangat serta doa. Tapi, seorang yang lain menyadarkan bapak
bahwa mimpi tanpa tindakan tidak akan ada apa-apanya, seperti gelas tanpa isi….”
Gue tercenung, larut dalam cerita
lelaki tua tersebut.
“… Mulai saat itu, bapak selalu
bertindak, tiap ada kesempatan tidak pernah bapak sia-siakan. Soal kegagalan,
bapak sudah malang melintang dalam dunia tersebut, tapi bapak sadar, MIMPI…
Itulah yang menyelamatkan bapak dari kegagalam.”
Ia bernafas sejenak, mengambil
botol air minum dari tas kecilnya.
“Andai saja, kamu tidak mengenakan
jaket itu, mungkin kita tengah dalam keadaan membisu saat ini. Andai saja, kamu
tidak mengenakan jaket itu, mungkin bapak tengah tertidur saat ini. Anda saja,
kamu tidak mengenakan jaket itu, mungkin saja, bapak tidak akan memandangmu
segan seperti ini….”
….
….
“…Lalu perkenalkan, bapak adalah
dosenmu, dosen Sastra Indonesia di Universitas yang sedang kamu tuju,
Universitas Gajah Mada. Nama saya: Taufik Ismail.”
Gue terkesiap, memandang tak
percaya lelaki tua yang ada di depan gue, kini ia tengah tersenyum lebar,
mendapati salah satu calon muridnya yang akan bersama-sama belajar bersamanya.
…
…
…
Gue
gak bisa ngomong apa-apa. Ini cuma khayalan seorang remaja muda yang masih bisa
nangis karena cinta. Tapi tentang jaket itu, gue berani ngelakuin lebih diatas
normal demi ngedapetinnya. Mungkin udah telat, tapi setidaknya, itu lebih baik
bukan daripada tidak sama sekali.
Jauh
diatas segalanya, sebenernya gue takut gagal, tapi bukankah orang yang takut
gagal tidak pernah mendapatkan apa yang diinginkannya? Gue mau ngutip tentang
bio twitter kaka kelas gue yang
meskipun gue gak terlalu kenal orangnya :D Maaf ya dirubah sedikit :D ( @venverina
) . Kalo
lo berani sukses, ya gaboleh takut gagal.
Oke,
demikian kopi hangat versi gue pagi ini, semoga bisa nyemangatin kalian.
Bye
jiwa-jiwa yang tak pernah lelah untuk bermimpi.
Salam
ganteng.
caelah yang mau ke UGM XD
BalasHapusAMIIINNN Kaka..
HapusDoakan aja ya mahasiswa ITS :p