Lelaki sial itu pernah menanam sebuah harapan. Tapi
sayang, harapan itu tak pernah tumbuh.
Lelaki
sial itu memang bangun setiap hari, di kasur yang sama, yang setiap hari
menjadi hal yang pertama dilihat sebelum beraktifitas dan terakhir dilihat
sebelum tidur. Berantakan, ia tak pernah dengan sengaja merapikannya. Dua
setengah tahun ia tinggal disitu, sendirian, hanya ditemani sebuah harapan yang
ia taruh kepada perempuan bernama Re.
Ia terus menyirami harapan itu,
terus berharap, tak pernah lelah, meski pada akhirnya harapan yang sebesar biji
leci itu tak pernah tumbuh 1 senti pun.