Karena enggak ada pembatasnya, aku pake pembatas versiku. Kece ndak? |
Melangkah
pasti ke dunia kerja.
Tagline-nya cukup
imajiner, sulit mendeskripsikan kata ‘pasti’ itu. Tapi, dengan buku yang
digarap Maya Arvini, seorang yang selalu bekerja keras dan bersemangat dalam
hidupnya, kata ‘pasti’ seolah-olah benar-benar ada.
Awalnya,
cuma iseng-iseng kirim lamaran buat jadi ripiuw-ers,
eh tanpa disangka-sangka keterima. Ekspektasiku sebenarnya gak muluk-muluk, cuma
mau tahu gimana sih dunia kerja nanti, ya walaupun kuliah aja belum, maklum
baru lulus SMA. Hihihih.
Tapi,
yang aku dapet malah kebahagiaan yang luar biasa, aku bersyukur, buku ini lahir
di tahun 2014. Aku tak membayangkan kalau buku ini lahir ketika mbak Maya sudah
jadi nenek-nenek dan aku menginjak umur 50 tahun, aku pasti melewatkan
kesempatan emas ‘membuka mata’ yang beberapa tahun lagi aku hadapi. Thanks very much, mbak! :)
Kesukaanku
bermula pada gaya bahasa yang dituturkan, aku suka dengan pemakaian kata ‘kamu’,
bukan ‘Anda’, jadi terkesan ‘gini bro, gini sis’ alias bersahabat, jadi enggak
terkesan menggurui dan memilih menyampaikan pesan lewat pengalaman yang
super-duper-mega-giga asik banget.
Sebenarnya,
dari awal, aku sudah dibuat minder sama pengalaman mbak Maya yang disampaikan,
beliau begitu berambisi, mimpinya besar, kerja kerasnya apalagi, berkorban
banyak, jago dalam berbagai bidang, pintar, masalah cantik atau tidak, aku
tidak tahu sih ya (Ketemuan yuk, mbak! Hehehehe). Sementara aku? Lha macam bebek
enggak ada cungurnya, cuma pelanga-pelongo.
Rahasia keberhasilan itu sebenarnya sederhana banget kok, yaitu berani
bercita-cita setinggi langit, giat (wah ada nama saya nih) bekerja keras sejak
muda, dan siap menjawab tantangan yang ada di hadapan dengan sepenuh hati.
Setiap tantangan dimaknai sebagai pelajaran yang bermanfaat demi meraih tujuan.
Dan, yang tak kalah penting, kita mesti sadar bahwa tantangan itu sebenarnya
ada di sekeliling kita.
( Hal. 3)
Ya, seenggaknya, aku masuk dalam
klasifikasi bercita-cita setinggi langit, meskipun kalimat-kalimat berikutnya
belum aku terapin. Tapi, janji deh, sepuluh tahun lagi, di umur 28, aku jadi ‘orang
besar’, siapa tahu bisa nulis biografi mbak Maya (mimpiku penulis, dan doakan semoga
terealisasi, aaammiin!)
Bab-bab
di buku ini terus bergulir, kita dikenalkan cara bagaimana hidup di lingkungan
yang berbeda, sekolah, kampus, kerja, dan lingkungan lainnya. Cara menghadapi office politics yang kalau dipikir-pikir
ternyata mengerikan sekali ya, aku pernah lho beberapa kali ngalamin itu, school politics, hehe.
Dan
yang paling banyak dibahas dalam buku ini adalah: passion. Mungkin tanpa passion,
profil yang ada di belakang buku beliau tidak secemerlang itu, mungkin tanpa passion, kita tak akan mendengar nama
Maya Arvini tertera di buku Career First, mungkin tanpa passion, beliau tak mungkin dapat bepergian ke luar negeri (tanpa
ngajak-ngajak aku), mungkin tanpa passion,
beliau, aku, dan kita semua hanyalah tulang berjalan yang tak punya apa-apa.
Hal
yang paling banyak dibahas berikutnya adalah: kegagalan dan lawan mainnya,
keberhasilan.
Kegagalan bukan sesuatu yang asing buat saya.
(Hal. 11)
Kegagalan
adalah peluang tak tergantikan untuk berintrospeksi dan mengatur stragegi.
(Hal. 25)
“There is little success where there is little laughter.”
Andrew Carnegie. (Hal 182)
Mbak Maya
juga memaparkan tentang betapa pentingnya kita menghargai kegagalan
keberhasilan, merayakan mimpi-mipi yang tercapai, dan berterima kasih pada
sahabat, orang tua, serta bersyukur pada Tuhan yang telah memberikan segalanya.
Dan.. Kalimat favoritku jatuh pada:
Nama besar
kampus tidak menjamin kesuksesan orang!
(( Tjakep
sekali ))
(( Dan repiuw ini berakhir. Ciao! ))
jadi penasaran pengen baca deh,menarik tuh buat aku yang pengen memulai karir kerja :)
BalasHapus