Di
awal September. Luka dan derita jadi satu. Lengkap dengan paket-paket kenangan
yang menghibur ala depresan. Tanpa suka yang membungkusnya atau efek setelah
membuka. Tanpa bahagia. Sederhananya, September adalah bulan yang patut
dibumihanguskan dari peradaban muka bumi.
Manusia, manusia. Ia menghujat di awal-awal. Tahunya
cinta tak berkesudahan. Mengenai paragraf satu mengenai September mohon
dilupakan. Itu kebohongan pertama. Sebaliknya, September adalah bulan yang
ceria. Baiklah, ini kebohongan kedua.
Baiklah. Sesuatu yang jujur datangnya dari hati.
Apapun yang terjadi pada bulan September. Aku mencintainya dan membencinya
sepenuh hati. Ini jujur. Tanpa rekayasa. Tapi, menulisnya tetap dengan
nostalgia. Yang membawaku pada pergerakan jemari menulis kata-kata tentang September.
Tanpa tedeng aling-aling memberitahu apa maksud tujuan menulis ini. Tentunya
ini adalah sebuah pengkhususan.
Buat kamu. Iya, kamu. Yang meski surat-surat
elektronik tersimpan rapi di draf. Yang meski doa-doaku cukup menopang satu
hektar langit –maafkanlah jika aku terlalu sombong mengenai ini–. Yang meski tulisan-tulisanku
ini kau remehi. Yang meski aku kau pecundangi. Yang meski kau terus merasa
tidak berdosa. Yang meski begitu aku selalu maafi. Yang setelah sekian lama
berjalan, jiwa pongah terhadap cinta adalah karenamu.
Aku tetap cinta dengan bulan September dan kenangan
sialan di dalamnya.
Buat kamu, Iya, kamu. Meski kau terus yang aku
pikirkan. Doakan. Meminta malaikat untuk dijagakan. Dan Tuhan untuk mengamini
doamu yang kau panjatkan. Meski perjalanan panjang tak mampu membuat pikiranku
kelelahan. Sebab kamu yang melintang mendamaikan. Meski hari-hari kian rentan
dan sentimentil terhadap pagi, malam dan bulan. Meski puisi-puisi hanya mampu
mengingatmu sebesar biji semangka atau merindumu laksana debu-debu yang
beterbaran.
Aku tetap benci dengan bulan September dan kenangan
melelahkan di dalamnya.
Bagaimanapun.
September dan isinya akan selalu menjadi makanan
empuk bagi kenangan-kenangan yang menahan tawa melihat pemiliknya termenung
temaram di malam-malam yang tanpa bulan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar