Senin, 08 September 2014

Monolog Tentang September dan Isinya



            Di awal September. Luka dan derita jadi satu. Lengkap dengan paket-paket kenangan yang menghibur ala depresan. Tanpa suka yang membungkusnya atau efek setelah membuka. Tanpa bahagia. Sederhananya, September adalah bulan yang patut dibumihanguskan dari peradaban muka bumi.

Manusia, manusia. Ia menghujat di awal-awal. Tahunya cinta tak berkesudahan. Mengenai paragraf satu mengenai September mohon dilupakan. Itu kebohongan pertama. Sebaliknya, September adalah bulan yang ceria. Baiklah, ini kebohongan kedua.

Baiklah. Sesuatu yang jujur datangnya dari hati. Apapun yang terjadi pada bulan September. Aku mencintainya dan membencinya sepenuh hati. Ini jujur. Tanpa rekayasa. Tapi, menulisnya tetap dengan nostalgia. Yang membawaku pada pergerakan jemari menulis kata-kata tentang September. Tanpa tedeng aling-aling memberitahu apa maksud tujuan menulis ini. Tentunya ini adalah sebuah pengkhususan.

Buat kamu. Iya, kamu. Yang meski surat-surat elektronik tersimpan rapi di draf. Yang meski doa-doaku cukup menopang satu hektar langit –maafkanlah jika aku terlalu sombong mengenai ini–. Yang meski tulisan-tulisanku ini kau remehi. Yang meski aku kau pecundangi. Yang meski kau terus merasa tidak berdosa. Yang meski begitu aku selalu maafi. Yang setelah sekian lama berjalan, jiwa pongah terhadap cinta adalah karenamu.

Aku tetap cinta dengan bulan September dan kenangan sialan di dalamnya.

Buat kamu, Iya, kamu. Meski kau terus yang aku pikirkan. Doakan. Meminta malaikat untuk dijagakan. Dan Tuhan untuk mengamini doamu yang kau panjatkan. Meski perjalanan panjang tak mampu membuat pikiranku kelelahan. Sebab kamu yang melintang mendamaikan. Meski hari-hari kian rentan dan sentimentil terhadap pagi, malam dan bulan. Meski puisi-puisi hanya mampu mengingatmu sebesar biji semangka atau merindumu laksana debu-debu yang beterbaran.

Aku tetap benci dengan bulan September dan kenangan melelahkan di dalamnya.

Bagaimanapun.

September dan isinya akan selalu menjadi makanan empuk bagi kenangan-kenangan yang menahan tawa melihat pemiliknya termenung temaram di malam-malam yang tanpa bulan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar