Jumat, 19 Juli 2013

Di Kereta Tua, 12 Bulan Lagi.


                Selamat pagi sahabat-sahabatku yang baik hatinya.

            Setelah 10 hari berjuang keras untuk pelaksanaan Masa Bimbingan Studi di sekolah gue, akhirnya dengan niat dan semangat, semuanya dapat berjalan lancar sesuai yang diharapkan. Semuanya emang gak ada yang sempurna, tapi seenggaknya gue udah berusaha buat yang terbaik, yaa walaupun dengan berlinang air mata #eeaaa.

Oke, topik post gue kali ini bukan tentang itu, mungkin akan gue bahas selanjutnya setelah post ini. Gue, berdiri di balik tulisan ini mau ngebahas tentang sesuatu yang bikin gue hidup, sesuatu yang bikin gue semangat tiap harinya, dan kelak hal itulah yang akan jadi bagian-bagian menyenangkan dalam hidup gue, yakni: mimpi.

Suatu hari gue pernah berkhayal, entah khayalan atau mimpi, semoga saja mimpi.

Jadi… Di sebuah kereta tua Senja Utama, di sebuah gerbong tua dengan tempat duduk yang reyot. Gue lagi senyum-senyum sendiri kemana kereta akan ngebawa gue.

Di sebuah pemberhentian kota Cirebon, seorang lelaki tua masuk dan duduk disamping gue, ngamatin gue dengan tampang segan dan senyum yang ramah. Dia duduk, sedikit-dikit termenung, sedikit-dikit nyengir, sedikit-dikit senyum-senyum sendiri, gue enggak tahu apa lelaki tua ini sakit jiwa atau enggak.

Dia menghela nafas panjang, lalu bertanya, “Maaf, mau kemana dek?”

Gue berdehem, membetulkan tempat duduk yang kurang nyaman, “Saya mau pindah ke Jogja pak, saya baru saja keterima kuliah di sana.”

Lelaki itu lagi-lagi tersenyum, “Jaket abu-abu?”

Gue nyengir lebar, “Betul sekali pak, saya di Sastra Indonesia.”

Hening…

Beberapa saat, suasana masih hening, kaku…

Lelaki tua itu kembali berbicara dengan pandangan nanar, “Dulu, bapak juga sama seperti kamu, pindah dari kota kecil menuju salah satu universitas tertua di Indonesia. Dulu, bapak bukanlah orang yang percaya akan mimpi. Tapi seorang telah menyadarkan bapak bahwa tanpa mimpi, kita adalah manusia yang tiap hari bernafas tanpa tujuan yang jelas. Mulai saat itu, bapak rajin membangun mimpi-mimpi bapak, meskipun hanya lewat keyakinan dan semangat serta doa. Tapi, seorang yang lain menyadarkan bapak bahwa mimpi tanpa tindakan tidak akan ada apa-apanya, seperti gelas tanpa isi….”

Gue tercenung, larut dalam cerita lelaki tua tersebut.

“… Mulai saat itu, bapak selalu bertindak, tiap ada kesempatan tidak pernah bapak sia-siakan. Soal kegagalan, bapak sudah malang melintang dalam dunia tersebut, tapi bapak sadar, MIMPI… Itulah yang menyelamatkan bapak dari kegagalam.”

Ia bernafas sejenak, mengambil botol air minum dari tas kecilnya.

“Andai saja, kamu tidak mengenakan jaket itu, mungkin kita tengah dalam keadaan membisu saat ini. Andai saja, kamu tidak mengenakan jaket itu, mungkin bapak tengah tertidur saat ini. Anda saja, kamu tidak mengenakan jaket itu, mungkin saja, bapak tidak akan memandangmu segan seperti ini….”
….
….

“…Lalu perkenalkan, bapak adalah dosenmu, dosen Sastra Indonesia di Universitas yang sedang kamu tuju, Universitas Gajah Mada. Nama saya: Taufik Ismail.”

Gue terkesiap, memandang tak percaya lelaki tua yang ada di depan gue, kini ia tengah tersenyum lebar, mendapati salah satu calon muridnya yang akan bersama-sama belajar bersamanya.

Gue gak bisa ngomong apa-apa. Ini cuma khayalan seorang remaja muda yang masih bisa nangis karena cinta. Tapi tentang jaket itu, gue berani ngelakuin lebih diatas normal demi ngedapetinnya. Mungkin udah telat, tapi setidaknya, itu lebih baik bukan daripada tidak sama sekali.

Jauh diatas segalanya, sebenernya gue takut gagal, tapi bukankah orang yang takut gagal tidak pernah mendapatkan apa yang diinginkannya? Gue mau ngutip tentang bio twitter kaka kelas gue yang meskipun gue gak terlalu kenal orangnya :D Maaf ya dirubah sedikit :D ( @venverina ) . Kalo lo berani sukses, ya gaboleh takut gagal.

Oke, demikian kopi hangat versi gue pagi ini, semoga bisa nyemangatin kalian.

Bye jiwa-jiwa yang tak pernah lelah untuk bermimpi.

Salam ganteng.


2 komentar: