Rabu, 30 Oktober 2013

Satu Kosong Kosong.


            Hallo sob, ketemu lagi nih ama gue.

Gue harep ocehan-ocehan dari orang ganteng ini gak buat lo bete ya :D

Tema kali ini: Satu kosong-kosong.
“Apaan sih itu?”
“Skor bola.”
“Loh? Bukannya skor bola biasanya satu – kosong?”
“Iya… Yang maen ada tiga tim.”
“&@%^&$(*”

So. Apa yang ada dipikiran lo tentang satu kosong-kosong.

Kalo lo mikirnya sebuah nilai. SELAMAT, ANDA TEPAT SEKALI!

Yap, 100. Nilai 100. Sempurna. Kesempurnaan. Kebahagiaan. Senyum. Bangga. Kepuasan, dll. Bukankah nilai 100 identik dengan itu semua?

Tapi, yang pengen gue bahas disini bukanlah saat kita mendapatkan nilai itu, tapi saat kita tidak mendapatkan nilai itu.

Kita berekspektasi, kita berambisi, kita menargetkan, kita merancang, membangun dan tentu saja selalu berharap.

Kita berusaha, sekeras mungkin, semaksimal yang kita mampu, dorongan untuk maju selalu ada paling depan,

Namun, kita gagal, target kita tak terpenuhi, rancangan itu tidak berdiri kokoh dan hasilnya jauh dari ekspektasi yang semula kita bayangkan.

Jujur, gue sering ngalamin itu, dan lo pasti pernah ngalamin yang sama.

Gue akuin, itu hal yang berat. Misal: Lo enggak berharap nilai MTK lo 85, dan emang lo enggak dapet segitu. Kecewa ada, tapi gak seberapa. Tapi, ketika lo berharap nilai Kimia lo 85, dan lo enggak dapet segitu, kecewanya mungkin bisa tiga kali lipet dari yang tadi.

Tapi, kita manusia, kita selalu berharap mendapatkan yang terbaik dalam segala bidang. Ironinya, saat harepan itu jatuh satu-satu, gagal lagi dan gagal lagi. Kita baru sadar bahwa usaha kita masih sebesar biji leci, belom ada apa-apanya, F*CK! Saat itu….. Lo akan tahu rasanya menangis dengan onggokan harapan yang udah membusuk.

Balik lagi sama kesempurnaan. Banyak orang yang berekspektasi tinggi dan berhasil.

Nyatanya, mereka enggak puas, mereka mau yang lebih dari itu, lebih lagi dan lebih lagi, hingga merasa hanya nilai 100 yang dapat memuaskan dahaganya.

Setelah cukup lama menuju 3 digit angka yang membuat siapapun tersenyum gembira, mereka tidak mendapatkannya.

Mereka kalut, menangis sejadi-jadinya, menyesal tidak bisa mendapatkan kesempurnaan. Stress, depresi de-el-el.

Saat beberapa orang bersyukur atas apa yang ia dapat, padahal tidak sesuai harapannya. Beberapa orang lainnya malah menangisi harapan-harapan yang beberapa orang tadi mengharapkannya, merasa bisa lebih dari itu.

Kita bolehlah nuntut kesempurnaan. Manusiawi, itu sifat alamiah dari semua orang. Tapi tragisnya, stress dan depresi itu karena kita selalu menuntut kesempurnaan.

Kita memang bodoh untuk mengharapkan kesempurnaan.

Yang lebih bodoh adalah ketika kita hanya ingin mendapatkan kesempurnaan.

Yang lebih bodoh lagi adalah ketika kita tidak mendapatkan kesempurnaan dan tidak berusaha memperbaikinya.

Yang terlalu bodoh adalah ketika kita tidak ingin kesempurnaan dan tidak mau berusaha.

Dan, yang paling bodoh adalah ketika kita tidak pernah bersyukur atas apa yang kita raih dengan keringat sendiri, iri dengan hasil yang jauh lebih besar dengan keringat orang lain.

            Titik.

Salam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar