Rabu, 28 Januari 2015

Gula Kawung, Pohon Avokad: Permen Kaki dan Sambutan Terhadap Teman Lama


Diambil sembarang dari google.com
          
Saya pertama kali kenal Majalah Surah adalah ketika mas Dedik, si rambut-mirip-buku-terkena-air-lalu-bergelombang yang bersahaja –dan merangkap menjadi penyelaras akhir novel Bunga di Atas Batu, #okepromosi– itu memberikan saya buku berjudul Dari Hari Ke Hari karangan Mahbub Djunaidi, saya terkesan dengan ceritanya, dan lebih-lebih lagi pada harganya¸ yah, makhluk mana yang tidak terkesan kalau diberi barang gratis?

Sejak saat itu, meski tidak terlalu antusias, saya jadi sesekali melihat aktivitas Surah di timeline twitternya. Dan kabar gembira, ketika mas Zakky dan mas Alawi akan mengumpulkan karya-karyanya dalam satu buku, saya sangat berniat untuk membacanya, yah, walaupun tidak terlalu mengenal keduanya, mana ada sih hasrat yang bisa ditahan?

Pucuk dicinta dan teh pucuk pun tiba.

Voila! Saya dapat gratisan untuk yang kedua kalinya dari Surah, buku Gula Kawung, Pohon Avokad dan cerita-cerita pendek lainnya berhasil saya genggam sebab keberuntungan dewi Fortuna yang mungkin saat itu tengah terkesima dengan jam-jam tidur saya yang mulai tidak terkendali liarnya.

Dewi Fortuna berkata, “Daripada kau tidur, mending kau baca buku ini!”

Akhirnya saya baca buku itu, dan berikut komentar-komentarnya, meski tidak tajam dan menyeluruh, tapi, bukankah apresiasi lebih penting?

Cerpen-cerpen Abdullah Alawi,

Gula Kawung
Kalimahnya inspiratif, cont; sementara matahari senja mulai tunggang gunung. Jadi, saya tahu tunggang-menunggang itu tidak hanya di ranjang dan kuda saja. Lalu, mengenai humor mimpi basah tak usah dibagi adalah buah didikan yang cerdas dari malam-malam panjang bersama perempuan dalam khayalan.

Yang saya heran, adalah kemunculan Euis. Ya, ia bagaikan datang tak diundang, pulangpun ya tak mengapa. Euis tak mampu menjadikan dirinya sebagai twist yang oke.

Jalas Aspal Bulan Lima
Sensei¸ ini cerpen genius. Sekarang, saya jadi tahu cara menyingkirkan kejahatan, terutama kemalingan; ubah aspal menjadi jalan tanah yang becek agar mereka susah lewat dan gampang terjerembab.

Listrik Mati Lagi
Mistis. Saya menyarankan agar dibuat sekuelnya berjudul “Harga Listrik Naik Lagi”. Itu lebih menakutkan daripada sekadar mati listrik.

Jalu Mengasah Golok
Makin tua makin sip. Yah, begitulah tagline yang pas untuk si golok. Alih-alih saya dapat amanatnya, saya malah ketimpa pertanyaan¸ apakah golok itu bisa memenggal tiang listrik di pinggir jembatan hingga perempuan idola saya tidak lagi malam mingguan di sana?

Tidak usah di jawab pun tidak apa-apa.

Karena tiang listrik di dunia ini sangat banyak.

Antara Ibu dan Ayah
Ini baru cerita bualan dan omong-kosong yang besar. Puncaknya yang begitu, bayangkan begini, kau ingin ejakulasi, tapi air bekas cucian disirami ke wajahmu dan membuat mimpi basahmu yang tak usah dibagi ke orang banyak itu menjadi gagal.


Cerpen-cerpen A. Zakky Zulhazmi,

Masjid Abah
Mas, mas, ini jadinya kelanjutan ceritanya bagaimana ya?
Gantung-menggantung itu biasanya berimbas buruk; gantung diri, gantung harapan, gantung baju (eh taunya hujan), gantung cerita (eh pembacanya kesel karena saking gregetan dan akhirna gantung diri). Kecuali, gantungnya yang gondal-gandul. Ah, sudahlah lupakan.

Lelaki dengan Rajah Akar di Pipi Kirinya
Kebetulan, saya tinggal lama di Tangerang, dan kejadian semacam musibah Situ Gintung menjadi salah satu berita paling menghebohkan yang bisa saya lihat secara langsung setelah banjir Ciledug Indah yang mencapai area selangkangan pohon kelapa (dan saya masih bertanya kepada diri sendiri, di mana kah letak selangkangan pohon kelapa itu sendiri?). Waktu itu, bapak bilang dengan suara anyep, “Tuhan itu pandailah memperingatkan kita, dan bersyukurlah karena diperingatkan, berarti Ia masih sayang sama kita.”

Aku mengangguk kalem.


Dan bagian lain yang merasa saya seperti dejavu adalah sosok Edi, apakah ini jelmaan dari mas Dedik? Mengingat rambutnya ikal mengombak selehernya dan makannya banyak. Lagipula, ada suku kata ‘edi’ juga dalam kata ‘Dedik’. Yah, ini mungkin hanya praduga belaka karena saya mungkin terlalu berharap banyak pada sekuel AADC.

Tak Ada yang Minum Kopi Malam Ini
Mas Zakky yo hambok bikin angkringan sendiri. Jangan lupa pake deklit merah penerus mas Satrio.

Nanti yang pernah baca cerpen ini ketika bertandang ke angkringan berkata, “Wah bagus ya, kapan lagi main ke angkringan yang ada di dalem buku.”

Diam-Diam Aku Simpukan, Alangkah Indahnya Rahasia
Likeable. As same as Totto-chan, ya saya sih merasanya begitu.

Pohon Avokad
Sederhana dan menyentuh. Saya jadi ingin pulang dan menanam pohon cabai di rumah yang dulu saya dapat dari ehm saya. Oke, kalimat kedua tadi itu tidak penting sama sekali.

Sepertinya endorse yang ditulis Dedik Priyanto di halaman blurb¸ ‘Kau tentu tidak akan melewatkan bertemu kawan lama yang begitu pandai bercerita, bukan? Dan tugasmu adalah menjadi pendengar yang baik, menyiapkan bercangkir-cangkir kopi, menemaninya sampai pagi tiba’.

Saya rasa itu sebuah kalimat yang cerdas dan anti-indolen. Saya setuju dan dengan permen kaki yang habis dua bungkus dan juga kacang Skanghai, saya menamatkan buku ini sambil seolah-olah merasa ada yang tengah mendongengi saya. Kesimpulan mayornya adalah buku ini tidak semata-mata tentang omong-kosong dan bual-membual, saya melihat aliran positivisme dalam menanggapi masalah-masalah sederhana yang kadang terjadi di sekitar kita; mengenai budaya, adat, hal-hal mistis, rumah dan tentunya kenangan-kenangan.

Dan kesimpulan minornya (dan kata siapa hal-hal minor tidak penting, justru hal-hal kecil yang menjadikan segala hal utuh dan bermakna); ini buku bagus, dan buku bagus seharusnya tidak kalian sia-siakan untuk kalian beli.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar