Dafuk.
Akhir-akhir ini judul postingan gue makin amburadul aja. Mungkin karena lima
hari belakangan, entah bidadari apa yang merasuki otak gue, gue sanggup bikin
empat cerpen. You know what gue beri judul apa?; Perkumpulan Para Pengumpat,
Pesta Para Penyontek, Kuasa-Kuasi Warna dan Kiamat Pada Seorang Pembaca dan
Imajinasinya. See? Ini berimbas pada melonjaknya sensitivitas gue pada judul.
#tjiee #guepakebahasajurnalistik.
Dan
mari kita tepok tangan dulu.
INI
POSTINGAN KE-100. KE-100 MEN!
Gue
gak nyangka blog gue udah satu abad
<~ biar dikira udah lama ngeblog gitu.
Menilik
satu tahun belakangan. I swear, it’s the worst year of my life. Kampretnya
enggak ketulungan. Kalo gue inget-inget lagi, gimana ya, masih aja gitu
terngiang gimana tiap hari ngikut les demi mengejar ANGAN-ANGAN MAMAH-PAPAH
biar anaknya masuk negeri. Well i know, itu salah satu kesempatan terbesar gue
buat ngeliat senyuman mamah papah. WTF, gue belum berhasil dan bercokol dalam
univ. swasta yang entah kenapa gue ngedekem di jurusan sains. ITS AMAZING, like
Spiderman. #nulisiniseriusbikinkesel.
Dan
gimana perasaan lo ngeliat orang-orang yang malah nulis status/twit gini:
Aduh dapet negeri, bisa gak ya
bersaing?
Yah di luar Jawa, bisa expert gak
ya disana?
Duh, Jogja keras lagi pergaulannya.
Anying
kan? Dari itu gue punya alasan buat ngebunuh orang-orang yang menyindir orang
lain dengan ketidakbersyukurannya. Belum ada kesempatan aja megang lisensi
senjata api. Siap-siap para negara api! Hahahaha.
Skip
tentang itu.
Balik
ke masa-masa SMA dulu kali lah ya. Ah, yang ini skip aja lagi. Males ngomongin
orang, males ngomongin Bu Fitri, males ngomongin cinta, males ngomongin
Tangerang, males ngomongin macet, males ngomongin Parung Serab, males ngomongin
jambu (janji-janji busuk), males ngomongin perpisahan, males ngomongin
pertemuan-pertemuan ajaib, males segalanya. Dan mungkin ada saatnya gue
ngebahas masa-masa SMA itu nanti, ya sepuluh atau lima belas tahun lagi
mungkin. Kebetulan, gue lagi bikin status ‘haram’ buat setting SMA dalam cerita gue, feel different aja gitu kalo buatnya
lgi masa-masa-kampusu-asu begini.
“Woi
yats, ngomong lu su-asu aja. Kampus islam juga.”
Eh
iyadeng, maapin hamba pemirsa. Ralat dikit ya, masa-masa kampusa-tak-usah-kau-pedulikan-lagi-kenangan-kita-berdua.
(-__\\\) ~> 4nDh1kA kangen band lagi bingung.
Mari
kita move on ke dunia perkuliahan.
OH
NOO. GUE SEMESTER SATU DAN PERNAH DIKIRA ORANG LAGI SKRIPSI. Gue semuda itukah?
Entah
kenapa, dunia kuliah membuat siapapun menjadi merasa sia-sia punya KTP. Yeah,
gue pernah ngira seseorang umur 18, tahunya 24. BUSET. Gue pengen nanya udah
nikah belum dan gimana rasanya, gak enak: maksudnya gue nanya kedianya perasaan
gue gak enak gitu, bukan nikahnya yang gak enak, Kawan. Lain hal, gue pernah
ngira-ngira umur dosen itu 33 tahun, tahunya baru 25. SIALAN. Pantesan masih
cakep aja. #malu-malu-kucing.
Dunia
perkuliahan juga membuat siapapun tahu budaya orang lain. Semisal gue, ada
sekitar sepuluh orangan yang dateng jauh-jauh kuliah dari Banjarmasin, dan
ketika mereka ngomong satu sama lain. CIAT CIAT CIAT. Kecepatan ngomongnya
bahkan gak bisa buat lu mingkem #inibukanSARA. But, i’m seriously, mereka unik.
Beda
sama temen gue yang dari Nipah-nipah, Kalimantan. Dia kalo ngomong selalu pake
akhiran ‘tah’. Ini contohnya:
“Iya
tah?”
“Gakpapa
tah?”
“Kamu
dari Tangerang tah?”
“Yang
banyak korupsi itu tah?”
“IYA
TAH?”
IYA.
IYA. Kenapa sih pas gue nyebut Tangerang, pasti dikiranya banyak korupsi. Itu
Banten. Banten! #klarifikasigaknyantai. Anyway, dia lucu orangnya,
banyak-banyak ngehasilin hormon endorfin kalo lagi sama dia. #sainsbangetyekan?
Yeah,
I meetup many allien from Mars and Jupiter. Gak nyangka aja gitu, gue kira nih
kampus gak asik atau gimana gitulah. Tapi, baru tiga bulan kuliah, rasanya baru
sebulan aja gitu. Gimana enggak, alien-alien itu bentuknya banyak; ada yang
suka nyolong wifi, suka banget nitip absen, bicara keras-keras sampe semua
orang nengok dia, ada juga yang suka duduk paling belakang dan kerjaannya cuma
ngorok, ada yang tiap hari mastiin jadwal dan apakah dosen udah dateng apa
belom, ada yang make kaos ke kampus dan katanya kebebasan berekspresi eh taunya
dipanggil dekan dan dia kapok, ada manusia yang super hemat, ada manusia yang
super kelayapan, ada manusia karbitan Putri Tidur, ada manusia penggemar artis
Jepang, ada manusia dan manusia-manusia aneh lainnya. WOW AMAZING, without
Spiderman.
Yang
paling gue suka, gue temenan sama tiga orang yang mempunyai visi sama;
kata-kata adalah bentuk dari keabadian. Well, temen-temen yang kayak gini yang
kalo diajak nongkrong duduk-duduk bisa ngobrol sampe lima-enam jam. Ya
berat gue akuin, gue emang termasuk jenis manusia yang super kelayapan.
Maklumin aja, dulu orang rumah. Dan mereka membawa kebiasaan buruk; suka sekali
minum kopi dan tertawa keras-keras. Alhasil, mereka memberikan dampak
psikologis yang lumayan baik bagi kehidupan kampus, yakni tidur lebih lama dan
lebih sehat baik segi jasmani maupun rohani.
Lho
kok rohani?
Mereka
juga suka ngaji. #BAHMANTEPGAKTUH? #tapibenergakyasukangaji?
Baiklah,
saatnya nulis yang bener.
Selama
setahun belakangan gak terasa banyak yang belum ataupun udah kecapai. Dan
diantaranya mungkin rasa syukur yang kurang dan ucapan terima kasih kepada
setiap orang yang jengkalnya berharga dalam setiap napas hidup gue. Kalau
mendoakan adalah bentuk mencintai yang paling rahasia, maka hari ini kudoakan
kalian, siapapun yang dalam masanya nanti akan mengalami masa-masa terindah
dalam hidupnya, menemukan keutuhan sebagai manusia sebenarnya dan mati sebagai
manusia yang seutuhnya mendapat tempat yang layak diakhirat. Amin.
Dan,
judul-judul cerpen di paragraf pertama itu doakan saja bisa menjadi
harapan-harapan yang ngebawa gue pada perhelatan Ubud Writers Readers Festival.
Dan semoga tahun depan, gue masih punya banyak kesempatan ngehibur orang banyak
lewat kata-kata.
*
Dan
akhir tahun ini, kenapa tidak kita lewati dengan biasa saja, tidak usah dibuat
rencana sedemikian baiknya kalau kita sendiri saja belum bisa merencanakan
bagaimana kehidupan kita satu tahun ke depan, sepuluh ataupun dua puluh tahun
kedepan, dan apakah kita sudah bisa merasa mampu membahagiakan orang-orang di
sekitar terutama orang tua. Yah, bagaimanapun, yang pasti dari satu tahun ke
tahun lainnya adalah berkurangnya umur dan kesempatan untuk bisa bernapas dan
berbakti pada Tuhan serta alam dan orang tua yang telah membagi kontribusi yang
amat banyak dalam kemaslahatan dan keberlangsungan kita sebagai pribadi manusia
seutuhnya.
Terlebih
pula, jika kita mampu melihat sekitar, mungkin masih banyak orang yang bersedih
dan tak kuasa menahan air matanya sebab dari tahun ke tahun kehidupannya masih
saja mendekam di gubuk reyot ataupun trotoar pinggir jalan, pendidikannya tak
kunjung tuntas dan pekerjaannya hanyalah seputar bagaimana mencari uang lebih dari
sepuluh ribu hari ini. Kita sebagai manusia yang punya nasib berlebih, tak apa
bila sedikit meluangkan waktu pergi ke luar waktu malam dan memberikan mereka
kebahagian sedikit seperti sebungkus nasi ataupun memberi uang pada pengamen
lebih banyak, daripada dihabiskan untuk membeli kembang api atawa terompet yang
sekali pakai. Niscaya kehidupan dunia hanyalah sementara.
Udah
mirip kayak Ustadz belom? Hahahaha.
Akhir
kata: silahkan cari arti dari glenyengan
di koran Solopos edisi 30 Desember. BAHAHAHAHA.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar