Selasa, 30 Desember 2014

Glenyengan Akhir Tahun dan Kata-kata Tidak Penting Lainnya



Dafuk. Akhir-akhir ini judul postingan gue makin amburadul aja. Mungkin karena lima hari belakangan, entah bidadari apa yang merasuki otak gue, gue sanggup bikin empat cerpen. You know what gue beri judul apa?; Perkumpulan Para Pengumpat, Pesta Para Penyontek, Kuasa-Kuasi Warna dan Kiamat Pada Seorang Pembaca dan Imajinasinya. See? Ini berimbas pada melonjaknya sensitivitas gue pada judul. #tjiee #guepakebahasajurnalistik.

Dan mari kita tepok tangan dulu.

INI POSTINGAN KE-100. KE-100 MEN!

Gue gak nyangka blog gue udah satu abad <~ biar dikira udah lama ngeblog gitu.

Menilik satu tahun belakangan. I swear, it’s the worst year of my life. Kampretnya enggak ketulungan. Kalo gue inget-inget lagi, gimana ya, masih aja gitu terngiang gimana tiap hari ngikut les demi mengejar ANGAN-ANGAN MAMAH-PAPAH biar anaknya masuk negeri. Well i know, itu salah satu kesempatan terbesar gue buat ngeliat senyuman mamah papah. WTF, gue belum berhasil dan bercokol dalam univ. swasta yang entah kenapa gue ngedekem di jurusan sains. ITS AMAZING, like Spiderman. #nulisiniseriusbikinkesel.

Dan gimana perasaan lo ngeliat orang-orang yang malah nulis status/twit gini:

Aduh dapet negeri, bisa gak ya bersaing?

Yah di luar Jawa, bisa expert gak ya disana?

Duh, Jogja keras lagi pergaulannya.

Anying kan? Dari itu gue punya alasan buat ngebunuh orang-orang yang menyindir orang lain dengan ketidakbersyukurannya. Belum ada kesempatan aja megang lisensi senjata api. Siap-siap para negara api! Hahahaha.


Skip tentang itu.


Balik ke masa-masa SMA dulu kali lah ya. Ah, yang ini skip aja lagi. Males ngomongin orang, males ngomongin Bu Fitri, males ngomongin cinta, males ngomongin Tangerang, males ngomongin macet, males ngomongin Parung Serab, males ngomongin jambu (janji-janji busuk), males ngomongin perpisahan, males ngomongin pertemuan-pertemuan ajaib, males segalanya. Dan mungkin ada saatnya gue ngebahas masa-masa SMA itu nanti, ya sepuluh atau lima belas tahun lagi mungkin. Kebetulan, gue lagi bikin status ‘haram’ buat setting SMA dalam cerita gue, feel different aja gitu kalo buatnya lgi masa-masa-kampusu-asu begini.


“Woi yats, ngomong lu su-asu aja. Kampus islam juga.”


Eh iyadeng, maapin hamba pemirsa. Ralat dikit ya, masa-masa kampusa-tak-usah-kau-pedulikan-lagi-kenangan-kita-berdua. (-__\\\) ~> 4nDh1kA kangen band lagi bingung.

Mari kita move on ke dunia perkuliahan.

OH NOO. GUE SEMESTER SATU DAN PERNAH DIKIRA ORANG LAGI SKRIPSI. Gue semuda itukah?

Entah kenapa, dunia kuliah membuat siapapun menjadi merasa sia-sia punya KTP. Yeah, gue pernah ngira seseorang umur 18, tahunya 24. BUSET. Gue pengen nanya udah nikah belum dan gimana rasanya, gak enak: maksudnya gue nanya kedianya perasaan gue gak enak gitu, bukan nikahnya yang gak enak, Kawan. Lain hal, gue pernah ngira-ngira umur dosen itu 33 tahun, tahunya baru 25. SIALAN. Pantesan masih cakep aja. #malu-malu-kucing.

Dunia perkuliahan juga membuat siapapun tahu budaya orang lain. Semisal gue, ada sekitar sepuluh orangan yang dateng jauh-jauh kuliah dari Banjarmasin, dan ketika mereka ngomong satu sama lain. CIAT CIAT CIAT. Kecepatan ngomongnya bahkan gak bisa buat lu mingkem #inibukanSARA. But, i’m seriously, mereka unik.

Beda sama temen gue yang dari Nipah-nipah, Kalimantan. Dia kalo ngomong selalu pake akhiran ‘tah’. Ini contohnya:

“Iya tah?”

“Gakpapa tah?”

“Kamu dari Tangerang tah?”

“Yang banyak korupsi itu tah?”

“IYA TAH?”

IYA. IYA. Kenapa sih pas gue nyebut Tangerang, pasti dikiranya banyak korupsi. Itu Banten. Banten! #klarifikasigaknyantai. Anyway, dia lucu orangnya, banyak-banyak ngehasilin hormon endorfin kalo lagi sama dia. #sainsbangetyekan?

Yeah, I meetup many allien from Mars and Jupiter. Gak nyangka aja gitu, gue kira nih kampus gak asik atau gimana gitulah. Tapi, baru tiga bulan kuliah, rasanya baru sebulan aja gitu. Gimana enggak, alien-alien itu bentuknya banyak; ada yang suka nyolong wifi, suka banget nitip absen, bicara keras-keras sampe semua orang nengok dia, ada juga yang suka duduk paling belakang dan kerjaannya cuma ngorok, ada yang tiap hari mastiin jadwal dan apakah dosen udah dateng apa belom, ada yang make kaos ke kampus dan katanya kebebasan berekspresi eh taunya dipanggil dekan dan dia kapok, ada manusia yang super hemat, ada manusia yang super kelayapan, ada manusia karbitan Putri Tidur, ada manusia penggemar artis Jepang, ada manusia dan manusia-manusia aneh lainnya. WOW AMAZING, without Spiderman.

Yang paling gue suka, gue temenan sama tiga orang yang mempunyai visi sama; kata-kata adalah bentuk dari keabadian. Well, temen-temen yang kayak gini yang kalo diajak nongkrong duduk-duduk bisa ngobrol sampe lima-enam jam. Ya berat gue akuin, gue emang termasuk jenis manusia yang super kelayapan. Maklumin aja, dulu orang rumah. Dan mereka membawa kebiasaan buruk; suka sekali minum kopi dan tertawa keras-keras. Alhasil, mereka memberikan dampak psikologis yang lumayan baik bagi kehidupan kampus, yakni tidur lebih lama dan lebih sehat baik segi jasmani maupun rohani.

Lho kok rohani?

Mereka juga suka ngaji. #BAHMANTEPGAKTUH? #tapibenergakyasukangaji?

Baiklah, saatnya nulis yang bener.

Selama setahun belakangan gak terasa banyak yang belum ataupun udah kecapai. Dan diantaranya mungkin rasa syukur yang kurang dan ucapan terima kasih kepada setiap orang yang jengkalnya berharga dalam setiap napas hidup gue. Kalau mendoakan adalah bentuk mencintai yang paling rahasia, maka hari ini kudoakan kalian, siapapun yang dalam masanya nanti akan mengalami masa-masa terindah dalam hidupnya, menemukan keutuhan sebagai manusia sebenarnya dan mati sebagai manusia yang seutuhnya mendapat tempat yang layak diakhirat. Amin.

Dan, judul-judul cerpen di paragraf pertama itu doakan saja bisa menjadi harapan-harapan yang ngebawa gue pada perhelatan Ubud Writers Readers Festival. Dan semoga tahun depan, gue masih punya banyak kesempatan ngehibur orang banyak lewat kata-kata.

*
Dan akhir tahun ini, kenapa tidak kita lewati dengan biasa saja, tidak usah dibuat rencana sedemikian baiknya kalau kita sendiri saja belum bisa merencanakan bagaimana kehidupan kita satu tahun ke depan, sepuluh ataupun dua puluh tahun kedepan, dan apakah kita sudah bisa merasa mampu membahagiakan orang-orang di sekitar terutama orang tua. Yah, bagaimanapun, yang pasti dari satu tahun ke tahun lainnya adalah berkurangnya umur dan kesempatan untuk bisa bernapas dan berbakti pada Tuhan serta alam dan orang tua yang telah membagi kontribusi yang amat banyak dalam kemaslahatan dan keberlangsungan kita sebagai pribadi manusia seutuhnya.

Terlebih pula, jika kita mampu melihat sekitar, mungkin masih banyak orang yang bersedih dan tak kuasa menahan air matanya sebab dari tahun ke tahun kehidupannya masih saja mendekam di gubuk reyot ataupun trotoar pinggir jalan, pendidikannya tak kunjung tuntas dan pekerjaannya hanyalah seputar bagaimana mencari uang lebih dari sepuluh ribu hari ini. Kita sebagai manusia yang punya nasib berlebih, tak apa bila sedikit meluangkan waktu pergi ke luar waktu malam dan memberikan mereka kebahagian sedikit seperti sebungkus nasi ataupun memberi uang pada pengamen lebih banyak, daripada dihabiskan untuk membeli kembang api atawa terompet yang sekali pakai. Niscaya kehidupan dunia hanyalah sementara.

Udah mirip kayak Ustadz belom? Hahahaha.
Akhir kata: silahkan cari arti dari glenyengan di koran Solopos edisi 30 Desember. BAHAHAHAHA.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar