Baru bulan kemarin UN dengan jujur.
Baru
minggu kemarin lulus.
Baru
tadi pagi perpisahan.
Baru
beberapa jam tadi gak lulus undangan.
Dan
aku berterima kasih pada-Mu. Syukur aku haturkan karena telah memberiku
kegagalan. Aku tahu, ada setiap hikmah yang Kau sematkan di antara ribuan air
mata yang berderai.
Terima
kasih telah mempertemukanku pada kehancuran, sebab dari itu, aku belajar
bagaimana cara bangkit yang kelak bisa kuaplikasikan lagi jika ada kehancuran
yang lebih dari ini, karena modal yang telah Engkau berikan ini sungguh
memberikan banyak pelajaran. Ah, tak sempat aku menyalahkan-Mu, semata-mata ini
hanya kelalaianku dan juga ketidakdekatanku padamu. Tapi, jauh di atas
segalanya, aku yakin Engkau mencintai semua hambamu, dan memberikan semua jalan
terbaikmu untuk makhluk yang kauciptakan.
Tak
banyak aku berbicara. Kita sudah tak lagi saling bertemu, jadi biarlah aku
menulis kata-kata terakhir yang terkesan hiperbola atau terlalu
melebih-lebihkan.
Meski
tak aku lihat tangis yang membanjiri sewaktu perpisahan, juga tak dirasa
pelukan hangat yang sangat aku harapkan. Selayaknya hati kita lebih banyak
berbicara daripada kata-kata. Meski masa-masa keemasan untuk membangun mimpi
telah kita lewati, masa-masa kejayaan untuk tertawa sudah tak ada lagi –tapi siapa
yang tahu kalau di masa depan masa itu akan datang lagi–. Berikrarlah untuk
suatu janji pertemuan di masa depan, tentu dengan keindahan yang lebih
sempurna.
Jadi,
pertama, ada kiriman paket –termasuk kagum, salut serta iri di dalamnya– untuk yang bisa melanjutkan ke jenjang
berikutnya.
Buat
yang keterima, tugasmu belum selesai, bung. Katanya mau masuk bareng, keluar
bareng, dan bahagia bareng kan? Jadi kami mohon doanya, biar daya dan upaya
kami yang tanggung, tapi bantu kami merajuk Tuhan agar kita bisa bahagia
bersama.
Seorang
perwira pernah berkata begini, “Jadi, lekaslah angkat kaki dari kota ini!”
Pergilah
kamu, balik-balik lagi jangan lupa bawa keturunan, tapi ingat, dua anak lebih
baik! :)
Kedua,
ada kiriman paket –termasuk maaf dan sesal di dalamanya– untuk orang-orang yang
pernah aku benci.
Selama
ini, mungkin aku sudah menjadi musuh yang baik bagimu, meski tak memukulmu
lewat bogem mentah, tak memfitnahmu lewat mulut yang tajam, tak menggosipkanmu
lewat bibir yang pucat. Tapi, aku telah rela menghabisikan waktuku hanya semata-mata
mencari kekuranganmu. Sialan, jadi selama ini kamu memperalatku ya?
Dasar
musuh sialan.
Jadi,
bukankah mengakhiri pencarian kekurangan dan diakhiri dengan maaf serta menagih
terima kasih darimu adalah cara terbaik? Hahahahaha.
Ketiga,
ada kiriman paket –termasuk doa di dalamnya– untuk para guru tercinta juga para
pengelola sekolah.
Semoga,
bapak-ibu menjadi manusia yang diberikan surga di akhirat, sebab ilmu-ilmu yang
tiada habisnya digunakan dari puluhan generasi. Dan lihat, betapa besar jasamu
mengantarkan kami sampai sini. Sungguh, kalau ada ratusan buket bunga yang
luasnya mencapat seisi rumahmu, itu takkan cukup mengganti keringatmu atas
marah-bangga-sedih-kecewa-dan perasaan lainnya.
Keempat,
ada kiriman paket –termasuk cinta dan segelas teh manis di dalamnya– untuk
sahabat-sahabatku.
Percayalah,
kalian adalah orang yang punya cara paling bodoh untuk membuat kalian tetap
kukenang. Dan segala tingkah penuh ketololan rasanya seperti memakan buah jeruk
dengan warna oranye yang patut dicurigai, asem-asem-seger.
Juga
teh manis ini untuk membuat kita tetap ingat, bahwa tak segalanya kita akan
bersama, segala yang berbau manis hanyalah sementara, abadinya adalah cinta
yang kita buat selama kita berdekatan dan mengenal satu sama lain.
Kelima,
ada kiriman paket –termasuk tepuk pundak dan kata sabar di dalamnya– untuk
orang yang telah menemukan kehancurannya.
Tak
apa, kalian diberi kehormatan oleh Tuhan untuk naik pangkat agar bisa menerima
kehancuran berikutnya yang lebih besar. Dan konon katanya, setelah itu, bahagia
yang tak terkira akan membuat senyummu mengering hingga gusimu sariawan dan
saliva tak dapat membantu pencernaan mekanik lagi.
Selamat
bertemu lagi.
Aku
bangga berada di tengah-tengah kalian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar